Minggu, 09 Maret 2008


Tanaman Gaharu


Menanam pohon jati, pilih bibit jati yang berlabel atau yang di semai ( bibit dari IPB).Karena Bibit jati mas munkin namanya jati mas dari pedagang bibit tanpa garansi, kami menanam dengan beberapa jenis jati. jati super, jati mas dari kultur jaringan.


Dalam hal tanah beserta kandungan mineral atau stuktur tanah, pohon jati cocok atau bisa tumbuh sempurnah dilahan berpasir 20- 40% dan 30% tanah liat 30 % domato (Tanah kapur)pasir tidak boleh lebih 5% kandungan Fe dan di bawah 5-7 meter kedalaman tanah mengandung air dan kemiringan struktur tanah,Tanah datar pertumbuhannya kurang memuasakan, ketinggian tanah 100 - 400m DPL, dengan curah hujan sedang.


Ada beberapa contoh perkembangan yang sudah ditanam(dari 30 ribu pohon lebih jati)memang tidak semua pertumbuhannya sempurnah, dan itu pun bukan jati mas melainkan jati super. selama 3thn 40 % berdiameter 15-17 cm, dan sisanya berfareasi antara 10-12 Cm, memang hal fariasi pertumbuhan jati tersebut demikian agar hasil panen dilaksanakan dengan tebang pilih bukan sekali gus ditebang dan memakan waktu 7 tahun sampai 15 Thn dari waktu tanam karena di tanam dengan jarak 2-4 m.Catatan: dalam jangka waktu 4-5thn masa tanam, pohon akan melalui masa kritis selama 1 thn dan jangan di beri pupuk berlebihan apalagi pupuk NPK atau Kcl.


Kcl sama sekali tidak boleh di berikan pada tanaman jati, pada masa kritis. sebaiknya Pupuk TSP atau pupuk kandang yang cocok atau sama sekali jangan di beri pupuk karena didaerah Minahasa tanah umumnya masih subur.Untuk Tanaman Gaharu, ketingian tanah adalah 50- 400m DPL, stuktur tanah liat, pasir, ratio berkisar 60 Liat/30 pasir, curah hujan sedang dan penanaman pohon mudah harus ditempat teduh 10% kena sinar matahari sampai 3 tahun umur tanaman.


Dan memang tanaman ini masih di uji coba di Minahasa, di Sulut sendiri tepatnya di daerah Bolaaang dan Bintauana (sepanjang sungai Ilanga) ada banyak pohon gaharu, karena ketidak tahuan masyarakat maka pohon tsb sudah lama ditebang dan tidak ada sisa satu pun.

Selasa, 04 Maret 2008

Perkecambahan dan Perbanyakan Gaharu secara In Vitro


(Mia Kosmiatin, Ali Husni, dan Ika Mariska)


Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian


Jalan Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111



ABSTRACT
In Vitro Germination and Micropropagation of Agarwood. Mia Kosmiatin, A. Husni, and I. Mariska. Agarwood (Aquilaria malaccensis Lank) is one of the forest wood that are continously exploited. Currently, the Indonesian export of agarwood is decreasing because its population is endangered by excessive logging. Agarwood propagations need technology for reproduction of agarwood seedlings and their fungal inoculum. In vitro technique for germination of recalsitrant seeds and micropropagation are technologies that can be used for propagation of agarwood seedlings. An experiment was done to develop techniques for in vitro germination and micropropagation of agarwood. The in vitro germination was done using two different techniques. Firstly, sterile seeds were germinated on an MS medium + 50 mg/l PVP, 50 mg/l GA, and 1 mg/l BA or kinetin. Secondly, sterile seeds were germinated on basal medium of MS, ½ MS medium, MS medium without vitamins, as well as on MS medium without pyridoxine, nicotinic acid and WPM. Shoot initiations and multiplications were done on MS and ½ MS media containing 1, 3, or 5 mg/l BA. The explants used were cotyledone nodes, terminal shoots, single node with leaf, and sinle node without leaf. The results showed that the seed germination rate on the different media ranged from 7,14 to 50%. The seed germination rate on the MS medium without vitamis was the highest. The best explants for shoot induction and multiplication was single node with leaf which was cultured on MS + 1 mg/l BA.Keywords: Aquilaria malaccensis Lank, in vitro germination, micropropagation.



Gaharu (Aquilaria malaccensis Lank) adalah salah satu jenis tanaman hutan yang memiliki mutu sangat baik dengan nilai ekonomi tinggi karena kayunya mengandung resin yang harum baunya. Kayu yang mengandung resin ini dikenal dengan nama gaharu, agarwood, aloeswood, dan oudh. Selain untuk keperluan agama, gaharu juga dipakai sebagai bahan pembuat parfum, sabun sari aroma gaharu, pengobatan, dan sampo (Ng et al. 1997; Chakraburty et al. 1994). Kayu gaharu juga cocok digunakan untuk pembuatan pensil (Lopez 1998). Dengan nilai komersial yang demikian tinggi volume perdagangan gaharu semakin meningkat. Permintaan internasional terhadap gaharu dari tahun ke tahun terus bertambah (Shyun 1997; Ng et al. 1997).




Menurut Susilo (2003), volume ekspor gaharau Indonesia pada periode 1990-1998 sebanyak 165 t dengan nilai US$ 2.000.000 dan meningkat sebanyak 456 t dengan nilai US$ 2.200.000 pada periode 1999-2000. Namun pada periode 2000-2002 volume ekspor menurun 30 t dengan nilai US$ 600.000 karena gaharu sulit didapat. Selama ini gaharu diambil langsung dari hutan alam (Hartadi 1997; Peters 1996) sehingga populasi tanaman ini di Indonesia hampir punah (Oldfield et al. 1998). Sejak tahun 1994 CITES menetapkan tanaman penghasil gaharu jenis A. malaccacensis termasuk APENDIX II, yaitu jenis tanaman yang terancam punah.




Kepunahan tanaman gaharu selain disebabkan oleh eksploitasi yang terus menerus juga belum tersedianya teknologi budi daya yang efisien. Teknologi ini sulit dikembangkan karena ketersediaan bibit yang terbatas. Selain itu, diperlukan juga teknologi inokulasi penyakit untuk mendapatkan kualitas gaharu yang baik (Isnaini dan Situmorang 2005).Bibit gaharu diperbanyak secara konvensional baik secara generatif maupun vegetatif tetapi kedua teknik ini memerlukan waktu yang cukup lama dengan tingkat keberhasilan yang relatif masih rendah.




Teknik in vitro telah banyak dimanfaatkan dan memberikan harapan di masa mendatang untuk mengatasi penyediaan bibit gaharu. Aplikasi teknologi ini dibidang pertanian selain dimanfaatkan untuk perbanyakan juga konservasi dan perbaikan tanaman. Pemanfaatan teknik in vitro terutama metode mikropropagasi dan embriogenesis somatik menjadi alternatif utama dalam pengembangan dan konservasi gaharu di Vietnam (Minh 2004).Perbanyakan melalui kultur in vitro dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu pembentukan tunas adventif, proliferasi tunas lateral, dan embriogenesis somatik.




Proliferasi tunas lateral dapat dilakukan dengan cara mengkulturkan tunas aksilar atau tunas terminal ke dalam media yang mempunyai komposisi yang sesuai untuk proliferasi tunas sehingga diperoleh penggandaan tunas dengan cepat. Setiap tunas yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai sumber untuk penggandaan tunas selanjutnya sehingga diperoleh tunas yang banyak dalam waktu yang relatif lebih singkat. Menurut Mariska dan Sukmadjaja (2003) faktor perbanyakan dengan teknik kultur in vitro jauh lebih tinggi dari cara konvensional. Selain itu, teknologi ini juga lebih menjamin keseragaman, bebas penyakit, dan biaya pengangkutan yang lebih murah.Keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro baik melalui penggandaan tunas, organogenesis maupun embriogenesis somatik sangat dipengaruhi oleh genotipa dan eksplan, jenis media dasar, serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan (Monnier 1990; Liz dan Levicth 1997).




Pada umumnya, tanaman berkayu sangat sulit melakukan proliferasi tunas dan regenerasi, sehingga diperlukan manipulasi di dalam media tumbuhnya supaya eksplan mampu melakukan regenerasi membentuk tanaman utuh (Dixon dan Gonzales 1994). Penambahan sitokinin dalam media pada umumnya sangat diperlukan pada tahap induksi maupun penggandaan tunas. Oksidasi fenol pada tanaman berkayu juga cukup tinggi sehingga sering menghambat pertumbuhan eksplan. Penambahan senyawa yang dapat mengantisipasi aktivitas ini menjadi sangat diperlukan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode perkecambahan in vitro biji gaharu dan formulasi media serta eksplan yang sesuai untuk induksi dan multiplikasi tunas.

TEKNOLOGI PERCEPATAN PEMBENTUKAN BUDIDAYA GUBAL GAHARU
Anonim menulis: "


Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( BAPPEDA ) Kabupaten Ketapang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Tanjung Pura telah mengadakan Opservasi dan Presentasi pada tanggal, 7 Desember 2006 dan telah dihadiri oleh beberapa Dinas Instansi terkait.


Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ketapang FARHAN, SE,Msi. Dalam kata sambutannya secara singkat mengatakan bahwa masih adanya sebagian masyarakat di Pedesaan belum memahami cara mengambil Gubal Gaharu, yang sudah bisa diambil / panen. Selanjutnya dikatakan dengan adanya kegiatan Penelitian ini, karena sudah banyak kejadian bahwa sudah banyak jumlah pohon yang ditebang namun tidak terdapat gaharu, karena itu Kepala BAPPEDA mengharapkan Lembaga Penelitian dari Universitas Tanjung Pura agar kegiatan ini bisa bekerjasama dengan Dinas Kehutanan dan Dinas Perkebunan untuk mengadakan Penelitian secara terpadu.


Adapun tenaga Penelitian, selaku Ketua Penanggung Jawab, DR,Ir.Abdurrani Muin MS. Mengatakan “kegiatan ini sudah diuji coba di Kabupaten Kapuas Hulu, namun karena di Ketapang terdapat Gubal Gaharu yang asal alami dan asal tebang. Untuk mendapatkan Gubal Gaharu akan diadakan melalui Suntikan Gaharu yang terbuat dari Cendawan yang dikembang biakan.


Di Ketapang Gaharu bisa tumbuh diantara Pohon-pohon lainnya seperti : Karet dan tumbuh-tumbuhan, karena pembuatannya sangat mudah dan umur kayu mencapai 5 (lima) Tahun sudah bisa ditebang / panen, dan hasil kayu gaharu ini di Exspor ke Singapura dengan harga yang cukup tinggi. Untuk itu dihimbau pada Masyarakat agar mulai saat ini agar segera menanam Kayu Gaharu di kebun-kebun atau perkarangan karena hasilnya sangat menjanjikan dengan pendapatan yang cukup besar bagi petani dan bisa meningkatkan PAD setempat.


Di Kabupaten Ketapang telah diuji coba di Desa Segagap Kacamatan Nanga Tayap dan sudah mencapai umur 6 (enam) Bulan, di harapkan di Daerah lain agar bisa mengikuti, sehingga beberapa tahun kedepan Ketapang bisa menjadi Daerah Pengexspor Gaharu terbesar ke Singapura. ( T a m r i n ). "

Sabtu, 20 September 2003

Harga Gaharu Capai Rp 21 Juta/Kg


Putussibau,- Masyarakat Bumi Uncak Kapuas mulai mengembangkan budidaya pohon gaharu. Kayu ini memiliki nilai jual yang cukup tinggi, perkilo gaharu jenis super "A' harganya mencapai Rp 21 juta. Bahkan saat ini, bibit pohon gaharu juga mulai dijual bebas dan sudah banyak masyarakat yang membudidayakannnya. "Untuk lebih mengembangkan pohon gaharu ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kapuas Hulu akan melakukan penyemaian bibit pohon gaharu," kata Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kapuas Hulu, Ir Sirajul Alam kepada Pontianak Post belum lama ini.

Lebih lanjut Sirajul menambahkan, kayu gaharu ini akan menghasilkan gaharu jika pertumbuhannya tidak terganggu. Kayu ini juga bisa hidup disembarang tempat. Sehingga untuk membudidayakan pohon ini sangat mudah, demikian juga dengan pemeliharaannya.


Dikatakannya lagi, menurut mitos pohon gaharu mengandung unsur mistis. Karena pada saat mencari pohon tersebut tidak semua orang bisa menemukan gaharu yang memiliki kualitas baik. Sehingga untuk mendapatkan gaharu sangat tergantung dengan "heng" (keberuntungan) masing-masing orang. Sedangkan yang paling mengerti mencari gaharu, adalah masyarakat Kapuas Hulu sendiri, terutama yang sudah terbiasa mencari gaharu di hutan-hutan. Melihat peluang usaha baru inilah Dishutbun Kapuas Hulu akan melakukan pembibitan dalam skala besar.


"Sekarang pohon gaharu yang sudah ditanam oleh masyarakat Kapuas Hulu telah mencapai ribuan batang. Budi daya tanaman ini sangat menjanjikan, bayangkan jika pohon gaharu yang ditanam bisa menghasilkan gaharu super (kelas A) harganya sekarang Rp 21 juta. "Satu pohon gaharu bisa menghasilkan puluhan kilo gharu," jelas Sirajul. Selama ini gaharu yang didapat masyarakat di hutan dijual ke Jakarta, Arab Saudi dan beberapa negara lainnya.


Dikatakannya, gaharu memiliki nilai jual yang cukup tinggi, karena bisa digunakan sebagai bahan obat-obatan dan wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol. "Melihat peluang usaha inilah kita (Dishutbun, Red) mencoba membudidayakan bibit pohon gaharu dengan cara penyemaian," jelasnya.(aan)


BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN GAHARU


Latar Belakang Indonesia adalah produsen gaharu terbesar di dunia dan menjadi tempat tumbuh endemik beberapa species gaharu komersial dari marga Aquilaria seperti A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. filaria dan lain-lain. Pada tahun 1985, jumlah ekspor gaharu Indonesia mencapai sekitar 1487 ton, namun eksploitasi hutan alam tropis dan perburuan gaharu yang tidak terkendali telah mengakibatkan species-species gaharu menjadi langka.


Sehingga pada tahun 1995 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) telah memasukkan A. malaccensis, penghasil gaharu terbaik ke dalam daftar appendix II. Sejak saat itu ekspor gaharu dibatasi oleh kuota yaitu hanya 250 ton/tahun. Namun sejak tahun 2000, total ekspor gaharu dari Indonesia terus menurun hingga jauh dibawah ambang kuota CITES. Semakin sulitnya mendapatkan gaharu di hutan alam telah mengakibatkan semua pohon gaharu (Aquilaria spp. dan Gyrinops spp.) dimasukkan dalam Apendix II pada konvensi CITES tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok.


Karena kekhawatiran akan punahnya species gaharu di Indonesia, maka sejak tahun 2005 Departemen Kehutanan telah menurunkan kuota ekspor menjadi hanya 125 ton/tahun.Untuk memenuhi permintaan ekspor, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi gaharu secara lestari. Hal ini dapat dicapai melalui upaya konservasi, pembangunan hutan industri gaharu yang didukung dengan tersedianya bibit unggul, serta teknologi bioproses gaharu yang efektif.


Selain untuk mempertahankan kelestarian gaharu, konservasi plasma nuftah gaharu baik secara in situ maupun ex situ juga akan memberikan peluang dihasilkannya bibit unggul. Penemuan bibit unggul yang memiliki sifat potensial dalam menghasilkan gaharu dapat dilakukan melalui metode seleksi, baik seleksi in planta (pada pohon) maupun in vitro (di laboratorium).

Menyikapi hal-hal tersebut diatas, SEAMEO BIOTROP mengambil langkah dengan menyelenggarakan pelatihan bagi peminat gaharu, baik pengembang, peneliti ataupun pengusaha.

Tujuan Pelatihan
1. Memperkenalkan dan mendiskusikan beberapa metode yang terkait dengan budidaya gaharu
2. Alih teknologi tentang strategi peningkatan produksi gaharu secara lestari.


Pada akhir pelatihan ini diharapkan para peserta memiliki pengetahuan dasar untuk pengembangan gaharu di daerah masing-masing, sehingga upaya meningkatkan produksi gaharu secara lestari dapat dicapai di masa datang.

Materi Pelatihan
Pelatihan ini terdiri dari 30% teori dan 70% praktek, baik di laboratorium maupun di lapangan.
Melalui pelatihan ini, aplikasi perbanyakan tanaman gaharu untuk menghasilkan bibit unggul akan dilakukan secara vegetatif (klonal) baik melalui cangkok, setek, maupun kultur jaringan. Selanjutnya penyediaan bibit unggul dapat diupayakan melalui pembangunan bank klonal secara in vitro dan kebun benih klonal (Clonal Seed Orchards).


Alih teknologi bioproses gaharu yaitu induksi pembentukan gaharu pada pohon dengan menggunakan inokulum cendawan yang telah teruji kemampuannya baik secara in vitro maupun in planta, juga akan disampaikan pada pelatihan ini, selain teknologi penyulingan minyak gaharu untuk meningkatkan nilai jual produk tersebut.


Selain itu, Laboratorium Bioteknologi tanaman SEAMEO BIOTROP sejak tahun 1995 telah meneliti dan memiliki pengalaman dalam bidang konservasi, seleksi pohon unggul, perbanyakan bibit melalui teknik kultur jaringan dan setek, serta bioproses gaharu. Dengan penguasaan metode pemuliaan pohon gaharu ini serta pertukaran informasi melalui diskusi antar peserta pelatihan, diharapkan menjadi titik awal menuju produksi gaharu secara lestari

Topik Pelatihan
Pengenalan beberapa species gaharu komersial asli Indonesia seperti: A. malaccensis, A. microcarpa, A. beccariana, A. hirta, dan A. filaria serta A. crassna asal Camboja.

Seleksi pohon gaharu unggul.
Teknik perbanyakan bibit gaharu unggul secara vegetatif (kultur jaringan dan stek).
Silvikultur gaharu.
Teknik induksi pembentukan gaharu pada pohon.
Pemanenan dan Klasifikasi gaharu.
Penyulingan minyak gaharu
.

Sertifikat

Setiap peserta yang mengikuti pelatihan ini secara keseluruhan akan mendapatkan sertifikat pada akhir pelatihan.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelatihan ini akan dilaksanakan pada tanggal 28-30 Nopember 2005. di SEAMEO BIOTROP, Jl. Raya Tajur km 6 Bogor.

Syarat-syarat Peserta Pelatihan
Petani, Konservator, Dosen, Peneliti, Pengusaha, dan masyarakat umum yang tertarik dengan komoditi gaharu.

Biaya Pendaftaran
Pendaftaran peserta pelatihan paling lambat diterima pada tanggal 18 Nopember 2005, dengan membayar biaya pelatihan sebesar Rp. 3.500.000.- (tiga juta lima ratus ribu rupiah). Biaya tersebut mencakup Akomodasi, Konsumsi, Training Kit, Fieldtrip dan Seminar Nasional Gaharu (1- 2 Desember 2005)


Informasi lebih lengkap dapat diperoleh melalui sekretariat:
BIOTROP Training and Information Centre


Koordinator Pelatihan :
u.p. S. WidodoJl. Raya Tajur Km 6, PO Box 116, Bogor E-mail: btic@biotrop.org; widodo@biotrop.org Tel : 0251-320224Fax : 0251-320224/326851


Course Leader :

Jonner Situmorang MSi.E-mail: mailto:jonner.situmorang@biotrop.orgTel: 0251-323848; HP: 0812 80702168 Fax: 0251-326851
Yupi Isnaini MSi. E-mail: yupi@biotrop.org HP: 0812 8488173
Formulir Pendaftaran

Super Gaharu


The most demanding of the chips fibre in the world from tropical forest trees namely gaharu or agarwood, we offer and sale the seedling or bibit, gubal, kemedangan, teri, we provide the artificial or suntikan of planted trees (offering the collaboration), it is priceless or low price against the best quality, the gaharu oil is available.


Jenis kayu yang sangat dicari di pelosok penjuru dunia dengan nama gaharu, kami menyediakan bibit, gaharu chip, minyak gaharu, cendawan inokulan gaharu, alat kerja panen, investasi suntikan gaharu dengan harga yang sangat menantang.

Contoh Penawaran :


Gaharu hasil suntikan dengan kualitas yang baik setelah 1 tahun disuntik dengan harga jual USD 200/kg.

Inoculated Agarwood with the best quality after 1 year inoculation with the price USD 200/kg.

We offer the seedling with the best price Rp. 25.000/20-30 cm, Rp. 250.000/2 m; Rp. 500.000/3 m.


Kami menyediakan bibit gaharu dari berbagai jenis dengan harga yang sangat baik Rp 25.000/tinggi 20-30 cm; Rp. 250.000/tinggi 2 m; dan Rp. 500.000/tingi 3 m.
Silakan hubungi kami di :


Hairul Sani
081352407795, email : habib_aisyah@yahoo.co.id, Bank Muamalat Cabang Pontianak, no rek ..........................

Gaharu


Gaharu merupakan hasil dari jenis kayu tertentu yang terdapat dalam hutan. Dengan kata lain gaharu atau gubal gaharu (juga sering disebut sebagai (aloeswood, eaglewood, agarwood) merupakan substansi aromatik (aromatic resin) berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu. Substansi aromatik yang terkandung dalam gubal gaharu ini termasuk dalam golongan sesquiterpena, dimana substansi ini memiliki struktur kimia yang sangat spesifik sehingga sampai saat ini belum dapat dibuat secara sintesis

Adapun pohon penghasil gaharu ada 18 jenis berasal dari suku Tymelaeaceae , dan 3 jenis lainnya, yakni Excocaria agalocha L. dan Dalbergia parviflora Roxb. Berasal dari suku Euphorbiaceae dan Fabaceae, dan Aloexylon agallocum Loureuio, anggota suku Leguminoceae . Dari 15 jenis pohon gaharu dari suku Tymelaeaceae , terdiri dari 7 jenis dari marga Aquilaria, 3 jenis dari marga Wikstroemia, 2 jenis dari marga Gonytyllus dan 1 jenis masing-masing dari marga Gyrinops , Aetoxylon dan Enkleia.( Airy Show, 1948; Ding Hou, 1960. 1964; Yule Burnell,2000; Wiryadinata, 1995).

Popularitas dan tingginya harga gaharu sudah dikenal sejak ratusan tahun silam. Gaharu dari Indonesia banyak dikirim ke Cina, Taiwan, Hongkong, Jepang, Saudi Arabia (Timur Tengah) dan beberapa negara Eropa. Nilai ekonomi gubal gaharu bervariasi tergantung kelasnya. Sabagai contoh untuk kualitas super Rp 4 juta sampai Rp 5 juta, dan kelas terendah C2 (kemedangan) Rp 100 ribu sampai Rp 500 ribu. Saat ini Indonesia adalah eksportir terbesar untuk gubal gaharu yang diperoleh dari pohon A. malacensis Lamk. Pada tahun 1993, Indonesia mengekspor gubal gaharu tersebut sebanyak 300 ton ke Hongkong, Jepang, Taiwan, Singapura, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Oman dan Yaman, dengan harga US $ 100 per kilogram untuk kualitas terendah, bahkan untuk kualitas super harganya dapat mencapai US $ 10.000 per kilogram terutama dinegara-negara Emirat Arab, Saudi Arabia dan Bahrain (WCMC, 2001; Susila, 2003.)

Gaharu ini digunakan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetika,obat-obatan dan untuk keperluan ritual agama. Sebagai obat dan wewangian penggunaan gaharu masih berlangsung hingga kini.


Selama ini produksi gubal gaharu hanya mengandalkan gubal gaharu secara alami. Namun akibat kurangnya ketrampilan para pemburu dalam mengenali pohon yang sudah membentuk gubal gaharu, maka penebangan yang sia-sia banyak terjadi .

CV. Alam Tropika. IR. RAWANA,MP - Pusat:Keparakan Kidul MG 1/1265 Yogyakarta, Indonesia 55152. Telp 62-274-6515793 - HP 62-8122753622. Kantor Cabang: Jl Lowanu No. 23 Yogyakarta-Indonesia telp./fax. 62-274-377879. Area research: Dusun Sawo, desa Wirokeren,Banguntapan, Bantul, Yogyakarta, Indonesia

Senin, 03 Maret 2008


Gaharu ( Aquilaria)


Gaharu adalah kayu wangi yang sudah diresapi resin yang dijumpai pada pohon Aquilaria yang sangat berharga terutama karena wangi, dapat digunakan untuk pengasapan, dan untuk obat. Di Indonesia, persediaan pohon ini diperkirakan mencapai 1,87 pohon per ha di Sumatera, 3,37 pohon per hea di Kalimantan, dan 4,33 pohon per ha di Papua. Keberadaan pohon itu sendiri tidak menjamin keberadaan resin.

Para ilmuwan memperkirakan hanya 10% dari pohon Aquilaria di dalam hutan yang mengandung gaharu . Indonesia adalah eksportir utama produk gaharu di dunia. Dengan permintaan pasar yang tinggi, banyak kolektor yang tidak trampil tertarik untuk mengeksploitasi gaharu dan, akibatnya, sebagian besar populasi gaharu rusak terlepas bahwa kayu ini tercantum dalam CITES Appendix II.


Baru-baru ini, harga untuk gaharu dengan mutu terbaik dinyatakan sebesar kurang-lebih $400/kg dan sebagian besar bahan ini diselundupkan dan diperdagangkan secara ilegal keluar dari negara ini.


Pekerjaan kami saat ini terfokus pada pemantauan perdagangan gaharu dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memajukan panen yang tidak merusak lingkungan. Misalnya, kami bekerjasama dengan para pemegang kepentingan [stakeholder] setempat di Taman Nasional Kayan Mentarang (KMNP) untuk mempromosikan penangkaran dan penanaman spesies Aquilaria setempat dan inokulasi dengan jamur pusarium .


Prakarsa ini dilaksanakan di berbagai bagian dari zona penyanggap KMNP atas permintaan antusias dari masyarakat itu sendiri. Kami berharap hal ini akan menjadi alternatif yang tidak merusak lingkungan selain dari eksploitasi gaharu tradisional dan usaha berbasis pelestarian dapat didekati dengan hasil ekonomi tertentu. (Sumber: WWF)